Sabtu, 11 Januari 2014

Makalah Sistem Organisasi

Sistem Organisasi Disampaikan dan Didiskusikan di Kelas pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi




Oleh:
Mar’i Mahdy Ahmad
NIM : 201131110012
Rahibun Abdullah
NIM : 201131110019
Dosen Pengampu:
Mashud, S.Sos.I., M.S.I


Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah
Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim
Surabaya
2013

Bab I
Pengantar
Definisi sederhana dari organisasi adalah suatu kelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama. Tujuan merupakan hasil yang berupa barang, jasa, pengetahuan dan lain - lain. Tujuan disini dapat didefinisikan sebagai output, dan untuk menjadi output di perlukan input. Input dapat berupa raw material, sumber daya manusia, materi, informasi dll. Sistem sendiri dapat didefenisikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.
Pada kesempatan ini kami akan membahas makalah dan tugas presentasi yang berjudul sistem organisasi, yang meliputi dasar-dasar struktur organisasi, kultur organisasi, dan kebijakan SDM dan praktiknya.
Segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini, kami meminta maaf yang sebesarnya. Serta juga berterimakasih karena telah diberi waktu untuk membahas dan mempresentasikan makalah ini.

Bab II
Pembahasan

A.   Dasar-Dasar Struktur Organisasi
Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun, Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya minimal dua orang untuk mencapai sebuah tujuan. Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan (ensiklopedi bebas).
Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika mereka hendak mendesain struktur organisasi mereka. Keenam elemen tersebut adalah[1]:
1.      spesialisasi kerja,
2.      departementalisasi,
3.      rantai komando,
4.      rentang kendali,
5.      sentralisasi dan desentralisasi,
6.      serta formalisasi.
Specialisasi Pekerjaan
Dengan memecah-mecah pekerjaan menjadi tugas-tugas kecil yang baku yang dapat dilaksanakan terus berulang-ulang, suatu pekerjaan dapat dikerjakan secara lebih efektif. Spesialisasi pekerjaan (work specialization), atau pembagian tenaga kerja (division of labor), digunakan untuk menggambarkan sejauh mana berbagai kegiatan dalam organisasi dibagi-bagi menjadi beberapa pekerjaan tersendiri.
Departementalisasi
Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografis, dan pelanggan. Setelah memecah-mecah pekerjaan melalui spesialisasi, perlu mengelompokkannya bersama sehingga tugas-tugas yang sama dapat dikoordinasi dalam satu basis.
Keuntungan utama dari cara pengelompokkan semacam ini adalah didapatnya efisiensi dari disatukannya para spesialis yang sama. Departementalisasi fungsional berusaha mencapai skala ekonomi dengan cara menempatkan orang-orang dengan keterampilan dan orientasi yang sama ke dalam unit yang sama.
Rantai Komando
Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselan paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
Dua konsep lain yang melengkapi rantai komando, yaitu wewenang dan kesatuan komando. Wewenang (authority) mengacu pada hak-hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa pemerintah itu dipatuhi. Untuk memfasilitasi koordinasi, tiap posisi manajerial diberi sebuah tempat dalam rantai komando, dan tiap manajer diberi tingkat wewenang tertentu untuk memenuhi tanggung jawabnya. Prinsip kesatuan komando (unity of command) membantu melanggengkan konsep garis wewenang yang tidak terputus.
Rentang Kendali (span of control)
Rentang kendali adalah Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Pertanyaan mengenai rentang kendali penting karena hingga kadar tertentu hal ini menentukan jumlah tingkatan dan manajer yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi. Dengan mengendalikan semua hal yang sama, semakin lebar atau besar rentangannya, semakin efisien organisasi.
Rentang kendali yang lebih lebar akan lebih efisien dalam hal biaya. Namun, dalam keadaan tertentu, rentang yang lebih lebar bisa mengurangi efektivitas. Itu terjadi bila rentang tersebut menjadi terlalu lebar, kinerja karyawan memburuk karena para penyelia tidak lagi memiliki waktu untuk memberikan kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan.
supervisi yang terlalu ketat sehingga menghambat otonomi karyawan.
        Sentralisasi dan Desentralisasi
        Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi. Di beberapa organisasi, manajer puncak membuat semua keputusan. Manajer tingkat bawah hanya menjalankan arahan manajemen puncak. Di sisi ekstrem yang lain, ada organisasi yang pengambilan keputusannya diserahkan kepada para manajer yang paling dekat dengan suatu tindakan. Organisasi yang pertama disebut sangat sentralisasi, yang kedua desentralisasi.
        Istilah sentralisasi (centralization) mengacu pada tingkat sampai sejauh mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada satu titik tunggal dalam organisasi. Konsep tersebut hanya mencakup wewenang formal, yaitu hak-hak yang melekat pada posisi seseorang. Biasanya, suatu organisasi dikatakan sentralistis jika manajemen puncak membuat keputusan-keputusan kunci organisasi dengan meminta sedikit masukan atau tanpa masukan sama sekali dari personel tingkat bawah. Sebaliknya, semakin banyak personel tingkat bawah yang memberikan masukan atau secara aktual diberi kebebasan memilih untuk membuat keputusan, semakin desentralistis suatu organisasi. Organisasi yang dicirikan dengan sentralisasi secara inheren berbeda dengan organisasi desentrralistis. Dalam organisasi yang desentralistis, tindakan untuk memecahkan masalah dapat diambil dengan lebih cepat, lebih banyak orang bisa memberikan masukan bagi keputusan, dan karyawan lebih kecil kemungkinannya merasa terasing dari mereka yang membuat keputusan yang memengaruhi kehidupan kerja mereka.
        Formalisasi
        Formalisasi mengacu pada sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Karyawan diharapkan untuk selalu menangani input yang sama dengan cara yang sama, serta akhirnya menghasilkan output yang konsisten dan seragam. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan secara tegas.

B.   Kultur Organisasi
Kesepakatan yang luas bahwa kultur organisasi (organizational culture) mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih seksama, adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur sebuah organisasi[2]:
  1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovasi dan berani mengambil resiko.
  2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.
  3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  4.  Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen memepertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
  5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
  6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  7.   Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Peran kultur dalam mempengaruhi karyawan menjadi semakin penting di tempat kerja saat ini. Tatkala organisasi terus memperluas rentang kendali, meratakan struktur, memperkenalkan tim, mengurangi formalisasi, dan memberdayakan karyawan mereka, makna bersama yang diberikan oleh kultur yang kuat memastikan bahwa setiap orang dituntun ke arah yang sama.                   
Kultur adalah suatu istilah Deskriptif
Kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik kultur suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Kultur organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini membedakan konsep ini dari konsep kepuasan kerja. Semakin kuat kultur sebuah organisasi, semakin kecil kebutuhan manajemen untuk menyusun dan menetapkan beragam aturan dan ketentuan formal yang dimaksudkan guna menuntun perilaku karyawan.
Fungsi-fungsi kultur
Kultur memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi, diantaranya;
  1. Berperan sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
  2. Rasa identitas anggota organisasi.
  3. Kultur memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
  4. Kultur meningkatkan stabilitas sistem sosial. Kultur adalah perekat social yang membantu menyatuka organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
  5.  Kultur bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.
Kultur sebagai Beban
Kultur mempertinggi komitmen organisasional dan meningkatkan konsistensi perilaku karyawan. Ini merupakan keuntungan bagi organisasi. Dari sudut pandang karyawan, kultur bernilai karena mengurangi ambiguitas. Kultur memberi tahu karyawan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting
Hambatan untuk Perubahan
Kultur menjadi kendali manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Ketika lingkungan terus berubah dengan cepat, kultur yang sudah kuat mengakar dalam sebuah organisasi mungkin tidak pas lagi. Karenanya, konsistensi perilaku menjadi asset sebuah organisasi hanya ketika hal ini berhadapan dengan lingkungan yang stabil. Namun, konsistensi semacam itu bisa menghambat dan mempersulit organisasi untuk menggapai perubahan yang terjadi di lingkungan.
Hambatan bagi Keragaman
Merekrut karyawan baru yang karena factor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan (cacat), atau perbedaa-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Manajemen mengingkinkan karyawan baru tersebut menerima nilai-nilai inti dari kultur organisasi. Jika tidak, karyawan-karyawan ini tidak mungkin cocok atau diterima. Tapi pada saat yang sama manajemen ingin secara terbuka mengakui dan menjunjung tinggi berbagai perbedaan yang dibawa oleh karyawan-karyawan ini ketempat kerja.
Kultur yang kuat memiliki tekanan yang besar kepada karyawan untuk menyesuaikan diri. Kultur tersebut membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat diterima.
Hambatan bagi Akuisi dan Merger
Secara historis, faktor-faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisi atau merger terkait dengan isu keuntungan financial atau sinergi produk. Belakangan ini, kompabilitas (kesesuaian) kultur juga menjadi fokus utama. Sementara laporan keuangan atau lini produk yang menggembirakan mungkin merupakan daya tarik awal dari perusahaan yang akan diakuisi, apakah akuisi tersebut benar-benar akan berhasil tampaknya lebih terkait dengan seberapa cocok atau sesuai kultur kedua organisasi tersebut. Merger memiliki tingkat kegagalan yang sangat tinggi, dan senantiasa disebabkan oleh persoalan manusia.

C.    Kebijakan SDM dan Praktiknya
Sumber daya manusia sebagai individu-individu di dalam organisasi memiliki keunikannya masing-masing yang tidak dapat disamaratakan sehingga kebijakan yang diterapkan dalam suatu organisasi selayaknya mampu mewadahi bahkan menjembatani beragam keunikan tersebut. Kebijakan yang ditetapkan dalam organisasi beserta praktiknya mempengaruhi perilaku kelompok maupun individu dalam organisasi tersebut.
  1. Pentingnya pengelolaan MSDM
SDM merupakan asset kritis organisasi yang tidak hanya diikutsertakan dalam filososfi perusahaan/organisasi tapi juga dalam proses perencanaan strategis. Sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM potensial yang dimilikinya.
  1. Kebijakan dan Praktik MSDM dalam Organisasi
Banyak perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan ramah.  Perusahaan-perusahaan sadar bahwa jauh lebih mudah memperkerjakan orang-orang dengan kepribadian yang mereka cari, daripada memiliki dengan hanya kecakapan teknis, dan kemudian berusaham untuk mengubah mereka melalui pelatihan.
  1. Evaluasi kinerja dalam sistem organisasi
Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah organisasi yang mampu menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tapi juga mampu membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efesiensi dalam usaha mencapai tujuan. Tiga pendekatan dalam memahami efektivitas menurut steers (1985)[3];
  1. Pendekatan Tujuan, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas
  2. Pendekatan Sistem, efektivitas diukur dengan meninjauh sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan
  3. Pendekatan Kepuasan Partisipasi, dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu.
Diantara tujuan evaluasi adalah;
  1. Untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan umum terkait SDM.
  2. Mengidentifikasi kebutuhan traning dan pengembangan SDM.
  3. Sebagai kriteria untuk menilai/memvalidasi seleksi dan program pengembangan yang  dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Knight, K. “Matrix Organization,” Journal of Management Studies, Mei 1976.
Mohrman, S. A. Designing Team-Based Oranization, San Fransisco: Jossey Bass, 1995.
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Saelemba Empat.




[1] Knight, K. “Matrix Organization,” Journal of Management Studies, Mei 1976, hal. 111-130.
[2] Mohrman, S. A. Designing Team-Based Oranization, San Fransisco: Jossey Bass, 1995, hal. 36-49
[3] Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Saelemba Empat. Hal. 214-224

Tidak ada komentar: