(Kiriman seorang teman di Makassar)
November 2006
Udara pagi begitu menusuk
kulitku, membuatku mendekap erat guling kesanyanganku dan bersembunyi dibalik
selimut, mentari baru saja menampakkan dirinya, embun pagi masih bertengger di
daunan. Sebuah suara membangunkanku.
“bangun nak, sudah pagi…. Kamu kan mau ke bontang pagi ini” ujar
ibuku mencoba membangunkanku.
Kubuka mataku, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 06:00
“mmm… ” sahutku seraya mengucek-ngucek mataku dan bersungut-
sungut ke kamar mandi.
Pagi ini, aku memang ingin pulang ke Bontang, tempatku sekolah.
Disana aku berasrama, semacam boarding school, aku hanya sesekali pulang ke
kampung orang tuaku yaitu saat idul fitri dan idul adha , dan sekarang aku
pulang untuk merayakan idul fitri bersama mereka sekaligus untuk melepas rindu.
“sarapan dulu sayang,nanti kamu mabuk di jalan” ujar ibuku sambil
menyendokkan nasi goreng ke piring.
“males ahhh… aku sudah rapi nihh” sahutku menimpali.
Kusambar tas pakaianku dan menggamit tangannya dan menciumnya.
“assalamualaikum”
“waalaikumsalam, hati2 nak..” ujar ibuku seraya melambaikan
tangannya.
Aku tidak pergi sendiri, ada ayah yang menemaniku, anak gadis
tidak boleh pergi sendiri, kata ayahku. Meski jarak dari kampungku ke Bontang
tidak terbilang jauh, ayah tidak pernah membiarkanku pergi sendiri, mungkin
karna aku anak satu2nya perempuan, aku merasa terkadang perhatian keluargaku
terlalu berlebihan, tapi biarlah, toh itu karna mereka sayang padaku.
Aku bungsu dari empat bersaudara, ketiga kakakku semuanya laki2,
meski begitu, aku tidak pernah kesepian jika bermain, kakak2ku selalu
menemaniku bermain, termasuk bermain tali. Saat ini aku berumur 16 tahun, dan
duduk dibangku kelas 2 SMA.
“mama kenapa ngikut? Tinggal dirumah aja..” tukasku kasar saat di
perjalanan kulihat ibuku mengikutiku dari belakang.
“iya, mama Cuma mau liat kamu pergi, pergi aja, tidak usah
hiraukan mama” ujar ibuku lemah
“hihh.. pulang sana..” omelku.
Lagian ada2 aja, kenapa mengikutiku seperti itu, bulan depan aku
juga bakal pulang lagi. Dari kejauhan kulihat ibuku melambaikan tangan, kubalas
lambaiannya, dan bergegas masuk ke mobil.
Akhir Desember 2006
Hari raya idul adha tinggal
sehari, tapi aku belum memutuskan untuk pulang ke kampung, aku ingin
merayakannya di Bontang saja, kebetulan ayahku punya sanak family yang tinggal
di Bontang, kuputuskan ke rumahnya saja. Akhirnya aku benar2 tidak pulang. Ku
ingat ibuku menelfon saat aku pulang dari shalat ied.
“kamu tidak pulang nak?” tanya ibuku
“tidak, aku mau di sini saja, di rumah ka ifah” sahutku
“jadi, kukirimkan kamu makanan nak?” tanya ibuku lagi
“terserah” jawabku malas
“ohh, kalau begitu mama kirimkan ayam goreng kesukaanmu ya…besok
bapakmu ke bontang” ujar ibuku
“ya” jawabku sekenanya
Esok harinya ayahku benar2 datang, kulihat bungkusan yang
dibawanya, ayam goreng yang sudah dingin, kuambil dan kusimpan dalam tasku,
hari itupun aku kembali ke asrama.
“eh, ka dea, mana oleh2nya?” tanya adik yuniorku
“ada di tas, ambil saja semuanya” jawabku
Ia pun mengambilnya,
“beneran nih semuanya, ” ujarnya tak percaya
“ya” sahutku
“makasih ka, kayanya enak nih” ujarnya senang
Ia memang tetap tinggal di asrama, karena kampung halamannya yang
sangat jauh, tidak memungkinkannya untuk pulang.
Januari 2007
Kulangkahkan kakiku dengan
sedikit malas, entah kenapa perasaanku seperti tidak tenang hari ini, aku
bersiap ke sekolah saat ku dengar temanku mamanggilku
“dea, kakakmu datang tuh…” katanya
“hah, kok bisa sepagi ini kakakku datang” ujarku heran
Tidak biasanya kakakku datang mengunjungiku sepagi ini, walau
begitu aku tetap menghampirinya.
“de, siap2… kita pulang ke kampung” perintah kakakku dengan
tergesa
“kenapa pulang? Aku mau sekolah” tukasku degan heran
“mama sekarat tau….” Ucap kakakku sedikit membentak
“hih, sembarangan kalau bicara” jawabku marah
“beneran, tadi bapak telepon aku, katanya mama sekarat dari tadi
malam” ucap kakakku dengan mata berkaca-kaca
Entah apa yang kurasakan sekarang, tak sadar aku sudah duduk di
motor kakakku, aku bingung, di dalam hati aku berharap semoga ibulu hanya sakit
biasa. Ibuku memang Pernah sakit, struk, tapi sudah sembuh, bahkan dia terlihat
sangat sehat saat aku meninggalkannya dulu. Aku dan kakakku memang tinggal di
Bontang, aku sekolah sedang dia bekerja di sebuah perusaan.
Diperjalanan entah apa yang difikirkan kakakku, aku tahu ia juga
shock, ia mengendarai motor bagai orang kesurupan, tapi aku hanya diam,
dikepalaku berkecamuk berbagai pertanyaan, apa sebenarnya yang terjadi.
Saat memasuki perkampungan, tiba2 ban belakang motor kakakku
tergelincir, kami terjatuh, kakiku tertindis motor, segera kakakku
menghampiriku.
“kamu tidak apa2 de?” tanya kakakku khawatir
“tidak” jawabku singkat
“syukurlah…. Kakak khawatir kakimu kenapa2, maaf ya de, kakak
rasanya tidak sadar” ujar kakakku penuh penyesalan
“ya” ujarku
“kamu tidak usah khawatir , mama pasti baik2 aja” ucap kakakku
mencoba menenangkanku
Meskipun ia mengatakan seperti itu raut wajahnya jelas
menggambarkan kalau ia pun khawatir , namun aku tetap mengangguk.
Sesampai dipekarangan rumah, keherananku bertambah, mengapa orang
berkumpul di rumahku, kulihat sebagian dari mereka memahat kayu, sebagian
menyiapkan air, aku segera berlari memasuki rumah, dan di depan pintu kulihat
tubuh terbujur kaku tertutup kain panjang milik ibuku, badanku tiba2 melemah,
aku terjatuh tak sadarkan diri.
Kubuka mataku, dan kulihat banyak orang mengelilingiku, ayah
memangku kepalaku, rupanya tadi aku pingsan. Belum pulih ingatanku atas apa
yang terjadi, kulihat tubuh yang terbungkus itu, aku seperti mengenal tubuh
itu, kubuka kain yang menutupinya. Yaaa Allah, apakah ini kenyataan? Semoga ini
hanya mimpi, tolong bangunkan aku ya Allah, aku tidak menginginkan mimpi buruk
ini, mengapa ini bisa terjadi, innalillahi wainna ilaihi rajiuuuunnn….
Ibuku, apa benar ini engkau? Kuusap wajah ibuku yang kaku,
lengannya mengeras, rupanya ibuku baru meninggal satu jam sebelum aku tiba, aku
shock,
Kepergiannya begitu menyakitkan, kuingat apa yang telah kuperbuat,
kuhardik ia yang membuntutiku, kuabaikan kebaikannya, bahkan aku tidak
mencicipi masakan terakhirnya, aku menyasal. Kini hanya tinggal wajah yang kaku
dan pucat yang kulihat, maafkan aku ibu.
Oktober 2012
Kini genap lima tahun
kepergian ibuku, dan aku begitu merindukannya. Ingin kutulis surat untuknya,
aku ingin bercerita, betapa aku tidak bahagia sekarang, tiada pelukannya yang
menenangkanku, tiada yang memanjakanku, penyesalan selalu di akhir, dulu aku
tidak pernah bersyukur memiliki keluarga, ayah, ibu dan saudara, tapi kini aku
mengerti betapa berharganya keluaga itu, dan sekarang aku bagaikan burung,
sebelah sayapku patah dan yang sebelah rapuh tak berfungsi, aku tidak bisa
terbang, aku hanya merangkak dan terseok-seok.
NB: pembaca,pernahkah anda memeluk ayah ibu kalian dan mengucapkan
terima kasih karena sudah melahirkan kalian? Sering2 lah mengucapkan “I
love you” pada mereka, jangan Cuma tersimpan dalam hati, dulu aku tidak pernah
mengucapkan kata2 itu karena tidak terbiasa, bahkan meminta maaf saja jarang,
sekarang aku ingin mengucapkannya tapi ia sudah tiada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar