Selasa, 01 Januari 2013

Kepergiannya




(Kiriman seorang teman di Makassar)

November  2006

Udara pagi begitu menusuk kulitku, membuatku mendekap erat guling kesanyanganku dan bersembunyi dibalik selimut, mentari baru saja menampakkan dirinya, embun pagi masih bertengger di daunan. Sebuah suara membangunkanku.
“bangun nak, sudah pagi…. Kamu kan mau ke bontang pagi ini” ujar ibuku mencoba membangunkanku.
Kubuka mataku, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 06:00
“mmm… ” sahutku seraya mengucek-ngucek mataku dan bersungut- sungut ke kamar mandi.
Pagi ini, aku memang ingin pulang ke Bontang, tempatku sekolah. Disana aku berasrama, semacam boarding school, aku hanya sesekali pulang ke kampung orang tuaku yaitu saat idul fitri dan idul adha , dan sekarang aku pulang untuk merayakan idul fitri bersama mereka sekaligus untuk melepas rindu.

“sarapan dulu sayang,nanti kamu mabuk di jalan” ujar ibuku sambil menyendokkan nasi goreng ke piring.
“males ahhh… aku sudah rapi nihh” sahutku menimpali.
Kusambar tas pakaianku dan menggamit tangannya dan menciumnya.
“assalamualaikum”
“waalaikumsalam, hati2 nak..” ujar ibuku seraya melambaikan tangannya.
Aku tidak pergi sendiri, ada ayah yang menemaniku, anak gadis tidak boleh pergi sendiri, kata ayahku. Meski jarak dari kampungku ke Bontang tidak terbilang jauh, ayah tidak pernah membiarkanku pergi sendiri, mungkin karna aku anak satu2nya perempuan, aku merasa terkadang perhatian keluargaku terlalu berlebihan, tapi biarlah, toh itu karna mereka sayang padaku.
Aku bungsu dari empat bersaudara, ketiga kakakku semuanya laki2, meski begitu, aku tidak pernah kesepian jika bermain, kakak2ku selalu menemaniku bermain, termasuk bermain tali. Saat ini aku berumur 16 tahun, dan duduk dibangku kelas 2 SMA.
“mama kenapa ngikut? Tinggal dirumah aja..” tukasku kasar saat di perjalanan kulihat ibuku mengikutiku dari belakang.
“iya, mama Cuma mau liat kamu pergi, pergi aja, tidak usah hiraukan mama” ujar ibuku lemah
“hihh.. pulang sana..” omelku.
Lagian ada2 aja, kenapa mengikutiku seperti itu, bulan depan aku juga bakal pulang lagi. Dari kejauhan kulihat ibuku melambaikan tangan, kubalas lambaiannya, dan bergegas masuk ke mobil.

Akhir Desember 2006

Hari raya idul adha tinggal sehari, tapi aku belum memutuskan untuk pulang ke kampung, aku ingin merayakannya di Bontang saja, kebetulan ayahku punya sanak family yang tinggal di Bontang, kuputuskan ke rumahnya saja. Akhirnya aku benar2 tidak pulang. Ku ingat ibuku menelfon saat aku pulang dari shalat ied.
“kamu tidak pulang nak?” tanya ibuku
“tidak, aku mau di sini saja, di rumah ka ifah” sahutku
“jadi, kukirimkan kamu makanan nak?” tanya ibuku lagi
“terserah” jawabku malas
“ohh, kalau begitu mama kirimkan ayam goreng kesukaanmu ya…besok bapakmu ke bontang” ujar ibuku
“ya” jawabku sekenanya
Esok harinya ayahku benar2 datang, kulihat bungkusan yang dibawanya, ayam goreng yang sudah dingin, kuambil dan kusimpan dalam tasku, hari itupun aku kembali ke asrama.
“eh, ka dea, mana oleh2nya?” tanya adik yuniorku
“ada di tas, ambil saja semuanya” jawabku
Ia pun mengambilnya,
“beneran nih semuanya, ” ujarnya tak percaya
“ya” sahutku
“makasih ka, kayanya enak nih” ujarnya senang
Ia memang tetap tinggal di asrama, karena kampung halamannya yang sangat jauh, tidak memungkinkannya untuk pulang.

Januari 2007

Kulangkahkan kakiku dengan sedikit malas, entah kenapa perasaanku seperti tidak tenang hari ini, aku bersiap ke sekolah saat ku dengar temanku mamanggilku
“dea, kakakmu datang tuh…” katanya
“hah, kok bisa sepagi ini kakakku datang” ujarku heran
Tidak biasanya kakakku datang mengunjungiku sepagi ini, walau begitu aku tetap menghampirinya.
“de, siap2… kita pulang ke kampung” perintah kakakku dengan tergesa
“kenapa pulang? Aku mau sekolah” tukasku degan heran
“mama sekarat tau….” Ucap kakakku sedikit membentak
“hih, sembarangan kalau bicara” jawabku marah
“beneran, tadi bapak telepon aku, katanya mama sekarat dari tadi malam” ucap kakakku dengan mata berkaca-kaca
Entah apa yang kurasakan sekarang, tak sadar aku sudah duduk di motor kakakku, aku bingung, di dalam hati aku berharap semoga ibulu hanya sakit biasa. Ibuku memang Pernah sakit, struk, tapi sudah sembuh, bahkan dia terlihat sangat sehat saat aku meninggalkannya dulu. Aku dan kakakku memang tinggal di Bontang, aku sekolah sedang dia bekerja di sebuah perusaan.
Diperjalanan entah apa yang difikirkan kakakku, aku tahu ia juga shock, ia mengendarai motor bagai orang kesurupan, tapi aku hanya diam, dikepalaku berkecamuk berbagai pertanyaan, apa sebenarnya yang terjadi.
Saat memasuki perkampungan, tiba2 ban belakang motor kakakku tergelincir, kami terjatuh, kakiku tertindis motor, segera kakakku menghampiriku.
“kamu tidak apa2 de?” tanya kakakku khawatir
“tidak” jawabku singkat
“syukurlah…. Kakak khawatir kakimu kenapa2, maaf ya de, kakak rasanya tidak sadar” ujar kakakku penuh penyesalan
“ya” ujarku
“kamu tidak usah khawatir , mama pasti baik2 aja” ucap kakakku mencoba menenangkanku
Meskipun ia mengatakan seperti itu raut wajahnya jelas menggambarkan kalau ia pun khawatir , namun aku tetap mengangguk.
Sesampai dipekarangan rumah, keherananku bertambah, mengapa orang berkumpul di rumahku, kulihat sebagian dari mereka memahat kayu, sebagian menyiapkan air, aku segera berlari memasuki rumah, dan di depan pintu kulihat tubuh terbujur kaku tertutup kain panjang milik ibuku, badanku tiba2 melemah, aku terjatuh tak sadarkan diri.
Kubuka mataku, dan kulihat banyak orang mengelilingiku, ayah memangku kepalaku, rupanya tadi aku pingsan. Belum pulih ingatanku atas apa yang terjadi, kulihat tubuh yang terbungkus itu, aku seperti mengenal tubuh itu, kubuka kain yang menutupinya. Yaaa Allah, apakah ini kenyataan? Semoga ini hanya mimpi, tolong bangunkan aku ya Allah, aku tidak menginginkan mimpi buruk ini, mengapa ini bisa terjadi, innalillahi wainna ilaihi rajiuuuunnn…. 
Ibuku, apa benar ini engkau? Kuusap wajah ibuku yang kaku, lengannya mengeras, rupanya ibuku baru meninggal satu jam sebelum aku tiba, aku shock, 
Kepergiannya begitu menyakitkan, kuingat apa yang telah kuperbuat, kuhardik ia yang membuntutiku, kuabaikan kebaikannya, bahkan aku tidak mencicipi masakan terakhirnya, aku menyasal. Kini hanya tinggal wajah yang kaku dan pucat yang kulihat, maafkan aku ibu.

Oktober 2012

Kini genap lima tahun kepergian ibuku, dan aku begitu merindukannya. Ingin kutulis surat untuknya, aku ingin bercerita, betapa aku tidak bahagia sekarang, tiada pelukannya yang menenangkanku, tiada yang memanjakanku, penyesalan selalu di akhir, dulu aku tidak pernah bersyukur memiliki keluarga, ayah, ibu dan saudara, tapi kini aku mengerti betapa berharganya keluaga itu, dan sekarang aku bagaikan burung, sebelah sayapku patah dan yang sebelah rapuh tak berfungsi, aku tidak bisa terbang, aku hanya merangkak dan terseok-seok.

NB: pembaca,pernahkah anda memeluk ayah ibu kalian dan mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan kalian?  Sering2 lah mengucapkan “I love you” pada mereka, jangan Cuma tersimpan dalam hati, dulu aku tidak pernah mengucapkan kata2 itu karena tidak terbiasa, bahkan meminta maaf saja jarang, sekarang aku ingin mengucapkannya tapi ia sudah tiada.

Tidak ada komentar: